MANUSKRIP ANAS UNTUK DEMOKRAT
Oleh : Roudlotul Dzihni
DEMOKRAT.
Siapa
yang tak mengenal partai yang satu ini? Partai penguasa negeri kita pada rezim
saat ini. Demokrat, ya itulah dia. Partai dimana orang nomor satu negeri kita ini
bernaung. Siapa lagi kalau bukan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Partai ini
termasuk salah satu partai baru di negeri ini. Bahkan dapat dikatakan jika umur
dari partai ini barulah seumur jagung. Tetapi juga tidak dapat dipungkiri lagi
jika Partai Demokrat,yang notabennya tergolong partai baru di negeri ini, sudah
mampu mencapai puncak kejayaannya dan telah berhasil mengambil hati banyak
rakyat Indonesia. Apalagi dengan terpilihnya Prof. Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai presiden terpilih masa kerja 2006-2010, lalu dalam periode
kedua berhasil ia sabet gelar orang nomor satu di negeri ini, yakni masa
jabatan 2010-2014, Demokrat semakin menunjukkan citranya dikalangan masyarakat
Indonesia. Bersama Jusuf Kalla, SBY (begitulah nama akrab yang sering kali kita
dengar untuk bapak presiden kita) memimpin negeri ini. Sejak saat itulah, dua
partai besar sering kali berlalu lalang di depan Layar Televisi. Siapa lagi
kalau bukan Demokrat, tempat SBY bernaung, dan Golkar tempat JK berbakti. Dan
tidak dapat dipungkiri lagi jika keberadaan 2 raksasa partai ini telah
mendongkrak dan menggeser keberadaan popularitas partai sebelumnya, yakni PPP
dan PDI-P.
Periode pertama dari kepemimpinan 2 pembesar ini dapat
dikatakan berhasil. Dan dari sumber lain mengatakan bahwa perekonomian
Indonesia mengalami kemajuan dan tingkat kemiskinanpun semakin menurun. Rumah-rumah
kumuh di Jakarta yang seakan menjadi icon ibu kota itupun sedikit demi sedikit
mulai terkikis. Dan wajib belajar 12 tahun kabar-kabarnya lahir dari
kepemimpinan mereka. Nah,, sejak saat itulah SBY mendapat kepercayaan dari
rakyat Indonesia.
Baiklah,, terlepas dari semua permasalahan yang terjadi
pada rezim itu, marilah kita kembali ke topik awal, yakni Demokrat. Masa
jabatan SBY-JK telah berakhir. Tanda tanya besarpun muncul dalam benak
politikus dan rakyat Indonesia. Siapa kiranya yang akan mencalonkan diri
sebagai presiden Indonesia selanjutnya. Polemik dan berbagai presepsipun
muncul. Akhirnya terjawablah, tanpa disangka-sangka, SBY menggandeng Boediono,yang
saat itu menjabar sebagai Direktur Bank Indonesia, untuk maju pada Cawapres
2010-2014. Tak ketinggalan,JK pun menggandeng Wiranto dari Partai HANURA
untuk tanding melawan partner kerjanya
dulu. Selain 2
pasangan panas diatas, calon dari PDI-P pun tak mau ketinggalan unjuk gigi, yang tak lain adalah Megawati- Prabowo Subiyanto dari partai Gerindra.
Singkat cerita,pasangan SBY-Boedionopun terpilih menjadi presiden 2010-2014.
Dengan demikian, terpilihlah SBY-Boediono untuk memimpin
negeri ini. Tak berselang lama,Organisasi Partai Demokratpun melakukan rapat
besar-besaran untuk memilih siapakah kiranya yang akan menjadi ketum
selanjutnya. Akhirnya, tercetuslah tiga nama pembesar Demokrat yang nantinya,
salah satu dari mereka akan memimpin Demokrat. Mereka adalah Anas Urbaningrum,
Marzuki Ali, dan Andi Malarangeng.
Seluruh delegasi wakil Demokrat untuk semua daerah di
Indonesia berkumpul untuk dilakukannya voting pemilihan ketua selanjutnya.
Singkat cerita, Anaspun terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Dan
seiring berjalannya waktu, Andi pun terpilih menjadi MENPORA (Menteri Pemuda
dan Olahraga) rekomendasi dari Presiden SBY.
Awalnya masyarakat berpandangan jika Anas merupakan sosok
yang pantas untuk memimpin partai nomor satu negeri ini.
Awal-awalnya,kepemimpinannya berjalan lurus. Akan tetapi, seiring berjalannya
waktu, masalah demi masalahpun datang silih berganti mendatangi partai
tersebut. Kasus yang paling mencolok datang dari Menpora, Andi Malarangeng.
Apalagi kalau bukan kasus Korupsi Hambalang yang menghebohkan negeri ini.
Secara tidak langsung, ini berimbas pada immage Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dimana Andi bernaung. Sedikit demi sedikit karisma dari Anaspun
mulai mendapat cemoohan dan penilaian jelek dari masyarakat. Dia sudah dianggap
gagal dalam memimpin partainya. Gagal dalam memimpin, gagal dalam memberikan
pengarahan. Meskipun ini merupakan masalah yang tidak perlu dibesar-besarkan
jikalau terjadi pada partai biasa. Berhubung ini adalah partai peguasa,
jelaslah jika semuanya dituntut untuk sempurna. Sekali mendapat masalah
langsung menjadi topik terhangat disemua media massa. Dan berawal dari kasus
Hambalang inilah Menpora mendapat kecaman dari Presiden SBY untuk segara
merampungkan kasus tersebut. Bahkan, muncul kabar
jika Andi akan dilengserkan jikalau saja kasus
ini belum rampung juga.
Kasus Hambalang belum selesai. Muncul kasus baru yang
datang dari Nazaruddin yang tidak kalah mengguncang polemik politik di negeri
ini. Beribu-ribu presepsipun muncul dan berbagai kalanganpun ikut ambil bagian
untuk saling lempar komentar perihal hal ini. Dari kalangan bawah hingga
politikus hebatpun memperbincangkan hal ini. Pasti
pembaca bertanya-tanya, apa hubungannya dengan Anas?. Ya tentu saja
berhubungan. Perlu pembaca ketahui jikalau Nazaruddin adalah salah satu kader
dari Partai Demokrat dan termasuk salah satu petingginya Demokrat yang memegang
posisi penting dalam KPK. Dia menjabat sebagai Bendahara Umum KPK. Kasus berawal ketika Pekan Olahraga se-Asean
bermulai, atau yang lebih sering kita kenal Asean Games. Terkait perencanaan
pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Nazaruddin dikabarkan terjerat kasus
korupsi berpuluh-puluh milyar yang diketahui melalui pengecekan rekeningnya.
Penyelesaian kasus inipun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Nazaruddin
dikabarkan melarikan diri ke luar negeri. Tetapi akhirnya tertangkap oleh
kepolisian dunia yang notabennya juga bekerjasama dengan kepolisian Indonesia. Kasus
tersebut makin njlimet dan makin banyak pihak yang terlibat. Kasus inipun juga
menyeret nama mantan Putri Indonesia sekaligus istri dari Almarhum Adji
Massaid,Angelia Sondakh yang juga merupakan kader dari Partai Demokrat yang
aktif dalam DPR-RI.
Polemik dan presepsipun muncul dari berbagai kalangan
yang secara tidak langsung mengaitkan kasus-kasus tersebut pada Anas
Urbaningrum yang menjabat sebagai Partai Demokrat pada saat itu. Citra Anas pun
makin buruk dalam pandangan masyarakat luas maupun kalangan politikus
Indonesia. Apapun alasannya, Anaslah orang yang dianggap paling bertanggung
jawab dengan adanya kasus-kasus tersebut. Ini semakin merendahkan citra
Demokrat sebagai partai nomor satu di negeri ini. SBY pun ikut angkat bicara
terkait permasalahan tersebut. Sebagai penasehat dan sesepuh Demokrat,SBY mengecam Anas untuk segera menuntaskan kasus tersebut
sebelum Demokrat kehilanagn kepercayaan dari masyarakat. Anaspun semakin
terpuruk dengan adanya kecaman dari SBY.
Dari tiga kasus besar diatas,dapatlah disimpulkan jika
Demokrat harus berbenah diri. Kader-kader nya dituntut untuk pro-aktif
menjalankan pemeritahan sebelum didobrak dan dilengserkannya kekuasaan Demokrat
di ranah negeri ini. Selama berbulan-bulan,negeri ini bagai tergoncang oleh kasus-kasus
Demokrat yang tiada henti menebar sensasi. Tanda tanya besarpun muncul di
kalangan cendekia politik,apakah tindakan Anas selanjutnya untuk membersihkan
citranya dari manuskrip-manuskrip kuno yang mengguncang dirinya.
Itu berarti, jikalau politik di Indonesia juga sangat
dipengaruhi oleh kelakuan partai-partai besar yang berkuasa. Tidak hanya
Demokrat yang harus berbenah, Indonesiapun harus melakukan pembersihan
politisasi untuk menunjukkan kepada dunia luar jika inilah Indonesia, kami bisa
jika kami bersatu. Kami bisa jika kami bertekad. Sudah
saatnya kita bangkit dari keterpurukan ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar